Abstrak

Diam. Begitulah sifatnya. Bahkan untuk tersenyum pun , dia amat sulit. Namun itulah yang membuatku menjadi pengamat umpatnya. Tak pernah muncul di depannya. Karena kesegananku membuat ciut nyaliku.

       Sazya, begitu teman-temannya memanggil namanya. Terlalu sulit untuk ku berhadapan langsung dengan wanita setengah bidadari itu. Namun ku putuskan untuk menjauhinya. Tapi hina binar diriku. Bagai mengubah arit menjadi peniti.

"Saz. Baca buku mulu. Ada yang nyariin lo tuh." Panggil Tsira

"Ntaran deh. Suruh aja ke sini kalo urgency banget."

"Gantenglo Saz. Rugi deh lo kalo gak nyamperin dia."

"Udah deh Ra. Lo kan tau sendiri kalo gue masih tetap nungguin dia."

"Serah lo deh. Penyesalan selalu datang terlambat."

       Kembali Sazya membaca bukunya. Tak peduli terhadap perkataan Tsira. Karena sudah menjadi konsekuensinya untuk bersabar menunggu seorang pria yang sama sekali belum pernah ditemuinya. Yah, benar sekali. Sejatinya pria itu ialah teman sosial medianya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIOLOGI

BATU (3)