BATU (3)
Sekelebatan murid MAN 2 DELI SERDANG berjalan porak-poranda melewatiku. Pandanganku hanya tertuju pada satu orang, Saddam. Dia memarkirkan sepeda motornya, lalu meletakkan helm pada spionnya. Berjalan menujuku, matanya sempat melihat mataku. Pandangan kami sempat menyatu, namun sesaat. Dia melewatiku tanpa menoleh, pun tidak menyapa. Hatiku nyut-nyutan, rasanya ingin marah, aku geram, ingin berontak. Tapi apakah dia menganggapku? Aku pun memutuskan untuk mengejarnya. “Hei!” sapaku. Dia masih saja tetap berjalan, aku memanggilnya, namun diacuhkan. Tambah nyut rasanya hati ini. Padahal aku sudah memanggilnya tiga kali dengan sapaan yang sama. “Tolong berhenti di sana, sejenak saja,” pintaku. Dia berhenti berjalan, namun tetap tidak menoleh. Aku pun berjalan menghampirinya. “Tolong jangan mendekatiku!” “Kenapa? Kamu kenapa?,” tanyaku pada Saddam. “Bukan urusanmu.” Aku